Beranda | Artikel
Hukum Vaksinasi Polio (2) : Fatwa Dan Dukungan Para Ulama
Minggu, 6 Maret 2016

Permasalahan “bersinggungan dengan najis babi” ini pernah ditanyakan secara khusus kepada Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh hafidzahullah. Beliau rahimahullah adalah mufti Kerajaan Saudi Arabia yang ditunjuk setelah Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah wafat, sekaligus sebagai ketua Haiah Kibaril Ulama dan Idaroh Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta (Departemen Riset Ilmiah dan Fatwa). Jabatan mufti di Saudi Arabia adalah jabatan setingkat menteri. Biografi selengkapnya dapat dilihat di situs resmi beliau[1. mufti.af.org.sa (diakses tanggal 15 Oktober 2015)].

Ketika Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh hafidzahullah ditanya oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi hafidzahullah[2. Beliau adalah staf pengajar Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Gresik, Jawa Timur. Ustadz Abu Ubaidah menuntut ilmu agama salah satunya di Markaz Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah di Unaizah, Qosim, Saudi Arabia] tentang vaksin yang menggunakan katalis dari unsur babi, namun pada produk akhirnya tidak ada lagi unsur babi tersebut, beliau menjawab dengan singkat dan padat, La ba’sa alias tidak mengapa.

Dialog ini terjadi setelah shalat Jumat di Masjid Syaikh Ibnu Baz di Aziziyah setelah selesai prosesi manasik haji pada tahun 2008. Di antara yang ikut mendengar fatwa Syaikh Abdul Aziz ketika itu adalah Ustadz Aris Munandar[3. Beliau adalah staf pengajar di Pondok Pesantren Hamalatul Qur’an dan Ma’had Al-‘Ilmi, Yogyakarta] dan Ustadz Anwari hafidzahumallahu Ta’ala.[4. Beliau juga merupakan pengajar Ma’had Al-Furqon Al-Islami, Gresik, Jawa Timur][5. muslim.or.id (diakses tanggal 15 Oktober 2015)].

Fatwa ini dengan tegas menunjukkan bahwa vaksin secara umum hukumnya boleh (mubah), meskipun pada proses produksinya bersinggungan dengan bahan bersumber dari babi.

Lebih spesifik lagi, para ulama yang berada di bawah naungan lembaga the European Council of Fatwa and Research juga telah mengeluarkan fatwa halal untuk vaksin polio oral (OPV) [tanpa menyebut merk tertentu], disertai dengan sisi pendalilan-nya[6. Dokumen fatwa tersebut dapat diunduh di: who.int (diakses tanggal 16 Oktober 2015)]. Meskipun fatwa tersebut tidak menyebut merk vaksin tertentu, kita ketahui bahwa proses produksi di semua perusahaan farmasi (produsen vaksin) adalah sama, karena adanya standar yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang (WHO). Oleh karena itu, tuntutan untuk dicantumkannya sertifikat halal (SH) untuk setiap jenis merk vaksin, sebagaimana yang disuarakan oleh kelompok anti-vaksin, adalah tuntutan yang tidak berdasar dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.

Juga terdapat fatwa dari mufti Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah, tentang bolehnya program pemberantasan polio melalui vaksinasi polio. (Gambar 1)

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah berkata,”Tidak masalah dengan (program) vaksinasi polio, karena hal itu merupakan metode yang bermanfaat sebagaimana metode pengobatan medis lainnya (yang diperbolehkan). Vaksinasi tidak termasuk berputus asa (tidak tawakkal), yang dilarang oleh syariat. Semoga Allah mengkaruniakan taufik-Nya dan membantu kita untuk berbuat kebaikan”[7. Gambar di atas diambil dari buku Kontroversi Imunisasi, hal. 240. Penulis belum mendapatkan link (tautan) resmi fatwa di atas dalam bahasa Arab].

Gambar 1. Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah tentang Program Vaksinasi Polio versi Bahasa Inggris

Selain itu, para ulama Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy, yang berada di bawah naungan Organisasi Konferensi Islam (OKI), mereka membuat sebuah pernyataan (deklarasi) berjudul[8. Dokumen lengkap pernyataan (deklarasi) tersebut –dalam bahasa Arab- bisa dibaca di sini: fiqhacademy.org.sa ] (Gambar 2),

بيان للتشجيع على التطعيم ضد شلل الأطفال

[Penjelasan untuk memotivasi (mendukung) gerakan imunisasi memberantas penyakit polio]

https://muslim.or.id/27621-hukum-vaksinasi-polio-2-fatwa-dan-dukungan-para-ulama.html